Perubahan dan perkembangan zaman yang terus meningkat dengan berbagai macam variasi inovasi yang muncul di setiap sudut dunia, menjadi suatu hal yang sangat berpangaruh dalam kehidupan setiap individu. Setiap detik, menit, jam, maupun hari terus berganti diiringi dengan arus globalisasi yang menerjang arus kehidupan di setiap negara. Salah satunya Indonesia, sebagai negara kesatuan dengan jutaan penduduk didalamnya. Terlebih lagi dengan 237,6 juta penduduk di Indonesia yang bersumber dari Badan Pusat Statistik menunjukkan angka yang tidak sedikit bahwa masyarakat yang tinggal di Indonesia sangatlah dahsyat.
Sebagai negara kesatuan,
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan demokratisasi di kalangan
masyarakat. Sehingga, manusia sebagai makhluk sosial bebas berpartisipasi dalam
setiap hal selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
norma yang berlaku. Contohnya saja dalam aspek komunikasi yang merupakan hal
utama dalam menjalin kerjasama sesama manusia. Harmoni dan keselarasan dalam
berkomunikasi antar sesama, membuat aspek tersebut menjadi sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari.
Terlebih lagi dengan kehadiran
sebuah istilah bagi generasi kali ini yaitu “Generasi Z” yaitu era yang lahir
dan dibesarkan dari dunia digital dan teknologi canggih. Tentunya, semua itu
berpengaruh terhadap tingkah laku dan kepribadian dari “Generasi Z” itu sendiri
terutama anak remaja Indonesia saat ini. Tak lupa dengan generasi yang selalu up to date akan perkembangan dunia maya
melalui fasilitas internet, mempermudah generasi ini untuk mendapatkan
informasi dengan instan. “Generasi Z” sendiri merupakan generasi yang lahir
dari tahun 1995 dan terus berlanjut sampai saat ini.
Namun, sebuah problematika datang
menerjang masyarakat saat ini. Hal ini
berkaitan erat dengan poros waktu yang mengakomodasi perkembangan zaman dikarenakan
daya saing negara untuk memajukan segala aspek dan kebutuhan negara. Apakah
itu? Tak salah lagi, jawabannya adalah teknologi. Teknologi adalah keseluruhan
sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan dalam aspek dan
kelangsungan hidup manusia. Teknologi sangat berpengaruh besar dalam kehidupan
manusia. Contohnya saja seperti smartphone
yang mendekatkan kita dengan orang yang jauh.
Dengan adanya teknologi,
semuanya serba instan. Semua hal dapat mudah dilakukan dengan bantuan alat
maupun mesin yang telah dirancang sedemikian rupa. Banyak contoh yang dapat
kita ambil selain smartphone. Contoh
kecil seperti AC, komputer, Internet, kulkas, maupun teknologi inovatif yang
diterapkan di Indonesia seperti CGI (Computer
Generated Imagery). Disamping itu semua, tak sadarkah kita bahwa
perkembangan teknologi perlahan dapat
membawa kita ke jurang degradasi terhadap pola pikir dan tingkah laku?
Semua itu tak dapat dipungkiri lagi bahwa teknologi berpengaruh besar terhadap
pola pikir dan tingkah laku seseorang.
Terfokus pada teknologi
komunikasi yang merajalela pada setiap sudut daerah di Indonesia, smartphone bukanlah objek asing lagi di
mata masyarakat. Namun, yang sebenarnya harus menjadi sarana komunikasi jarak
jauh yang digunakan untuk mempermudah komunikasi, malah melahirkan sebuah
penyimpangan manfaat terhadap jenis-jenis teknologi komunikasi itu sendiri.
Dengan perkembangan teknologi komunikasi saat ini, bukan hanya melahirkan “Generasi
Z” tentunya. Namun lebih spesifik lagi kepada penggunanya terkhusus gadget dan smartphone yang dinamakan “Generasi
Menunduk”.
“Generasi Menunduk” merupakan
sebutan bagi masyarakat saat ini yang dominan menunduk saat berada di suatu
tempat. Dalam arti, menunduk untuk menggunakan smartphone atau gadget masing-masing. Generasi ini merupakan
cerminan dari pengguna internet di Indonesia yang begitu dahsyat dan
menimbulkan perliaku konsumerisme. Generasi ini merupakan cerminan dari
pengguna internet di Indonesia yang begitu dahsyat. Menurut survei Asosiasi
Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa, terdapat
132,7 juta orang di Indonesia yang telah terhubung ke internet. “Generasi
Menunduk” sendiri memberikan kekhawatiran tersendiri terhadap keberlangsungan
hidup masyarakat di Indonesia. Dikarenakan, “Generasi Menunduk” dapat
menciptakan sebuah problematika masa kini yang sulit diselesaikan. Antara lain
:
1. 1. Degradasi Komunikasi Langsung
Maksud
dari poin diatas adalah, pengguna gadget saat ini lebih banyak meluangkan
waktunya dengan meng-eksplorasi dunia maya daripada dunia nyata disekitarnya.
Sehingga, hal tersebut mengakibatkan sebuah individu yang menimbulkan rasa
asyik dengan dunia sendiri dan perlahan muncul sikap apatis dengan dunia nyata
disekitarnya. Ironi, hal tersebut bisa
kita jumpai disetiap titik lokasi. Sehingga, semua itu mengakibatkan
terciptanya titik tumpu terhadap aspek teknologi komunikasi yang mulai
mengganggu nilai-nilai komunikasi langsung sesama manusia di dunia nyata.
Mengapa demikian? Dikarenakan, teknologi komunikasi terkhusus fitur media
sosial dapat memengaruhi pola pikir seseorang sehingga dapat menimbulkan
ketergantungan dan terjerumus untuk menghabiskan waktu dalam berinteraksi di
media sosial. Sehingga hal tersebut menciptakan sebuah analogi yaitu “Mendekatkan
yang jauh, dan menjauhkan yang dekat”.
Lebih dikhawatirkan, bahwa dengan adanya eksistensi dari teknologi komunikasi
ini, dapat melahirkan bibit-bibit anti sosial.
2. 2. Cybercrime
“Generasi
Menunduk” berawal dari kemewahan dan kekayaan fitur yang terdapat di gadget dan
akses internet. Generasi ini pun selain beresiko untuk menjadi seseorang yang
anti-sosial, pengguna internet dapat beresiko untuk menjadi korban maupun
pelaku cybercrime. Cybercrime adalah tindak kiriminal yang
dilakukan dengan menggunakan teknologi sebagai alat kejahatan utama khususnya
internet. Ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi juga dapat memberi
dampak negatif yang begitu komprehensif kepada masyarakat Indonesia. Krisis
moral dan disfungsi sosial terhadap realita saat ini, sangat banyak ditemui.
Banyak kasus kriminal yang berawal dari dunia maya seperti prostitusi online,
penipuan online shop, cyberbullying terhadap akun media sosial
yang satu dan lainnya, dan masih banyak lagi yang dapat memengaruhi psikis
seseorang maupun beresiko untuk menjadi korban dampak negatif dari akibat yang
ditimbulkan oleh fasilitas teknologi yang begitu instan dan canggih. Dapat kita
tinjau bahwa, “Generasi Menunduk” pasti tak terlepas dengan ruang lingkup
tersebut. Sehingga begitu rawan dan beresiko untuk menjadi korban maupun pelaku
cybercrime.
3. 3. Ketergantungan Yang Berlebihan
Erat
kaitannya dengan media sosial, user
atau pengguna media sosial merupakan elemen utama berdirinya teknologi
komunikasi tersebut. Sehubungan dengan itu, hal tersebut berkaitan erat dengan
jumlah pengguna media sosial. “Generasi Menunduk” yang terkenal dengan model
“Kekinian” yang semakin menjadi-jadi khususnya remaja saat ini, mudah
dihipnotis dengan kecanggihan teknologi yang dapat membuat ketergantungan dalam
pemakaian fitur media sosial. Hal ini merupakan salah satu problematika yang
perlu dipertimbangkan dalam keberlangsungan hidup seseorang. Walaupun terlihat hanya
sebatas masalah biasa, namun dampaknya luar biasa. Waktu dihabiskan untuk
menggunakan gadget masing-masing dan berisiko menjadi individu yang terisolasi
dari lingkungan sekitar. Bahkan, bisa dibilang ‘berpindah dunia’. Sikap apatis
yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa masalah ini dapat menjadi salah satu
ciri khas “Generasi Menunduk” yang saat ini banyak dijumpai dengan adanya
perilaku penggunaan gadget yang berlebihan. Terlebih lagi, media sosial sebagai
teknologi komunikasi dengan beragam nama dan fitur yang berbeda-beda, menjadi
tempat curahan perasaan dan emosi yang terkadang, si pengguna tidak menyaring
terlebih dahulu kata-kata yang dituliskan sehingga media sosial merupakan media
yang bebas digunakan oleh siapapun.
4. 4. Menimbulkan Hoax
dan Ketidakjujuran
Akhir-akhir
ini, Indonesia sedang diterjang kondisi akan kurangnya stabilitas politik yang
bertitik tumpu ke ruang lingkup pemerintahan. Contohnya saja mengenai kinerja
pemerintah maupun hal terkait dengan itu. Hal ini merupakan contoh signifikan
yang dapat kita lihat bahwa hal tersebut sangat sensitif terhadap publikasi
dalam pemberitaan. Dalam artian, hal tersebut menjadi salah satu penyebab pemberitaan
yang kadang miring dan tidak sesuai fakta. Semua ini berasal dari canggihnya
teknologi yang bisa mempublikasikan artikel hoax
yang terkesan mengarang-ngarang maupun tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan,
karena hoax yang beredar, sejumlah
pihak masyarakat yang sadar untuk menghilangkan hal tersebut, tak bisa diam dan
salah satu gerakan yang ingin dicanangkan yaitu “Turn Back Hoax”. Khususnya di media sosial, setiap individu pemilik
akun bebas berpendapat dalam memberikan hak suaranya terhadap kondisi yang
melingkupinya saat itu. Dari hal tersebut, lahirlah nilai ketidakjujuran seseorang
yang berasal dari pesatnya teknologi yang lemah dalam melakukan verifikasi
terhadap fakta dari sebuah tulisan. “Generasi Menunduk” beresiko untuk menjadi
pelaku hoax walaupun hanya dengan
sentuhan jari di gadget tetapi mudah untuk tersebar ke seluruh pelosok daerah.
Korelasi yang sangat erat akan hubungan teknologi terhadap dampak sosial di
Indonesia, menjadi kekurangan tersendiri pada perkembangan teknologi saat ini.
5. 5. Kebebasan Berpendapat Yang Tidak Bertanggung
Jawab
“Generasi
Menunduk” tak lupa dikaitkan dengan kebebasan berpendapat yang merupakan hak
asasi manusia setiap orang. Memang ironi, kebebasan berpendapat yang dibantu
dengan elitnya teknologi, membuat setiap orang dapat menuliskan pendapatnya
dengan singkat dan instan namun kadang tak ber-etika. Fenomena saling mencaci
yang menimbulkan cyberbullying sesuai
dengan poin nomor 2, menjadikan teknologi sebagai salah satu penyebab yang
memberikan kesan buruk antar individu. Sarana yang begitu mudah untuk
digunakan, namun sangat besar dampaknya satu sama lain. Walaupun negara
Indonesia sebagai negara demokratis yang menjamin akan kebebasan berpendapat,
namun kebebasan tersebut tetap perlu diatur dengan norma dan etika yang berlaku
agar tidak terjadi kesalahpahaman maupun multitafsir. Facebook, Twitter, dan Instagram yang menjadi lahan bagi akun-akun
yang mayoritas berasal dari “Generasi Menunduk” ini, merupakan salah satu
penyebab lahirnya individu yang tidak dapat bertanggung jawab. Terfokus kepada
komentar yang dilontarkan akun-akun media sosial yang memancing reaksi pengguna
akun lainnya, mayoritas berasal dari perkataan yang kurang baik. Walaupun
begitu, masih ada pengguna akun yang bijak dalam mengeluarkan pendapat di media
sosial yang tidak sedikit. Tetapi, ‘penyakit’ kebebasan berpendapat di media
sosial, merupakan sesuatu yang tidak dapat dikontrol. Karena setiap individu
memiliki pola pikir rasional masing-masing untuk mengeluarkan pendapat yang
beresiko untuk berpendapat yang tidak sesuai etika dan tata bahasa yang benar
dilihat dari fenomena hoax maupun
penipuan online yang marak di situs online saat ini.
Kita harus memahami bersama bahwa perkembangan teknologi merupakan suatu
keuntungan. Namun hal tersebut tak terlepas dengan manusia yang menggunakannya.
Berbagai dampak yang dihasilkan oleh media sosial merupakan salah satu contoh perkembangan
teknologi saat ini. Seperti adanya “Generasi
Menunduk” yang lahir di era ini menimbulkan banyak masalah yang banyak dari
kita tidak menyadari keberadaan dari problematika tersebut. Walaupun terlihat
sebatas masalah yang sepele, namun hal tersebut bisa memengaruhi perilaku,
tindakan, nilai luhur budaya, maupun produktivitas seseorang karena menggunakan
gadget yang tak kenal waktu dan tempat.
Namun tak dapat dihindari, “Generasi Menunduk” sudah menjadi budaya yang
telah mendarah daging di kalangan masyarakat saat ini. Waktu demi waktu, remaja
maupun orang dewasa menggunakan kecanggihan tersebut untuk berbagai macam
kepentingan. Kita menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi membawa sejuta
manfaat dalam kehidupan. Namun di sisi lain, kita tak boleh membiarkan penerus
bangsa kita terus membawa identitas “Generasi Menunduk” ke tahun-tahun yang
akan datang.
Hal tersebut memang susah untuk dihapuskan di muka bumi ini. Semakin
banyak kita lihat masyarakat yang tak kenal waktu dan tempat seperti jalanan,
mall, tempat wisata, sekolah, dan masih banyak lagi. Namun, dibalik masalah
pasti ada solusi. Cara paling tepat untuk meminimalisir dampak negatif dari
ruang lingkup “Generasi Menunduk” yaitu bijak. Dalam artian, sebagai pengguna
teknologi komunikasi yang tidak kalah saing dengan berbagai macam perkembangan
informasi maupun edukasi, kita harus menjadi masyarakat yang pintar dan bijak
dalam menggunakan segala macam teknologi yang ada.
Dengan cara ini, kesadaran dan
rasa tanggung jawab dalam diri harus lebih ditingkatkan untuk mencegah segala
dampak yang tidak diinginkan di dunia maya maupun nyata. Bahkan jika kita
sadari, berjam-jam dihabiskan untuk meluangkan waktu bersama gadget menjadi
penyebab hilangnya produktivitas kita secara perlahan dalam membuat inovasi
maupun saat bekerja. Akhir kata, semua tergantung dari mindset kita untuk memanfaatkan teknologi sebaik mungkin.
Kata Albert Einstein seorang Ahli Fisika dari Jerman dan Amerika Serikat
mengatakan, “Jelas menjadi menggemparkan bahwa teknologi telah melampaui
kemanusiaan kita.” Dari kutipan tersebut, kita bisa mengambil makna denotasi
bahwa teknologi mulai mengambil hampir sebagian dari aspek kehidupan kita.
Bayangkan jika manusia tak dipakai lagi dan digantikan oleh robot sebagai
pekerja dalam sebuah perusahaan. Namun yang membedakan semua itu adalah
perasaan manusiawi yang tak dimiliki oleh seorang robot. Hal tersebut dapat
membuat kita untuk berkontemplasi lebih jauh untuk membuat diri kita menjadi
lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Selain bijak, beberapa tokoh di
Indonesia juga mulai menunjukkan taringnya dalam membuat inovasi di bidang
teknologi. Contohnya saja teknologi CGI (Computer
Generated Imagery) di Indonesia yang digunakan dalam film “Jakarta Bangkit”
sebagai efek visual untuk menghadirkan suasana yang lebih realistis, kemudian
munculnya kehadiran Satelit Perbankan “BRIsat” dan masih banyak lagi.
Hal seperti itu menunjukkan, kita sebagai “Generasi Z” maupun “Generasi Menunduk” tidak selamanya hanya menjadi konsumen terhadap inovasi yang dibuat dari orang-orang diluar sana. Yakin dan percaya, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berlimpah untuk menjadi peneliti maupun kreator yang tak kalah saing di dunia teknologi saat ini. Maka dari itu, kita sebagai manusia yang berkualitas dengan penuh rasa nasionalisme, tak lupa untuk menjadi individu yang bukan hanya ‘menggunakan’ namun juga bisa ‘melahirkan’ teknologi. Kita bersama menjauhi perilaku konsumerisme layaknya “Generasi Menunduk” yang tak kenal waktu dan tempat dalam penggunaan gadget. Mari bersama, jauhi perilaku konsumerisme yang berlebihan dan gunakan teknologi ala kadarnya untuk kepentingan dan prioritas pada aspek kehidupan kita. Tak lupa untuk menjunjung nilai religius, etika komunikasi, dan tetap melestarikan nilai gotong royong yang mulai terlupakan. Artikel ini mengajak kita semua untuk bijak dalam menggunakan media teknologi yang begitu mudah dan tidak bermaksud melarang penggunaannya. Namun harus lebih memerhatikan waktu dan tempat karena 24 jam bukan hanya dihabiskan untuk meng-eksplorasi dunia maya yang tak ada batasnya. Bahkan jangan sampai teknologi-lah yang memengaruhi kinerja maupun tingkah laku keseharian kita. Terlebih lagi, istilah smartphone yang artinya telepon pintar saja sudah “pintar”. Masa kita tidak bisa menjadi smartuser ?
Hal seperti itu menunjukkan, kita sebagai “Generasi Z” maupun “Generasi Menunduk” tidak selamanya hanya menjadi konsumen terhadap inovasi yang dibuat dari orang-orang diluar sana. Yakin dan percaya, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berlimpah untuk menjadi peneliti maupun kreator yang tak kalah saing di dunia teknologi saat ini. Maka dari itu, kita sebagai manusia yang berkualitas dengan penuh rasa nasionalisme, tak lupa untuk menjadi individu yang bukan hanya ‘menggunakan’ namun juga bisa ‘melahirkan’ teknologi. Kita bersama menjauhi perilaku konsumerisme layaknya “Generasi Menunduk” yang tak kenal waktu dan tempat dalam penggunaan gadget. Mari bersama, jauhi perilaku konsumerisme yang berlebihan dan gunakan teknologi ala kadarnya untuk kepentingan dan prioritas pada aspek kehidupan kita. Tak lupa untuk menjunjung nilai religius, etika komunikasi, dan tetap melestarikan nilai gotong royong yang mulai terlupakan. Artikel ini mengajak kita semua untuk bijak dalam menggunakan media teknologi yang begitu mudah dan tidak bermaksud melarang penggunaannya. Namun harus lebih memerhatikan waktu dan tempat karena 24 jam bukan hanya dihabiskan untuk meng-eksplorasi dunia maya yang tak ada batasnya. Bahkan jangan sampai teknologi-lah yang memengaruhi kinerja maupun tingkah laku keseharian kita. Terlebih lagi, istilah smartphone yang artinya telepon pintar saja sudah “pintar”. Masa kita tidak bisa menjadi smartuser ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar